Sebuah implikasi semangat Hari Pahlawan bagi masyarakat untuk Calon Gubernur, Bupati/Walikota, Se-Indonesia bagaimana kepeduliannya terhadap masalah gizi buruk, pendek (stunting), kegemukan dan kesehatan?
Salam Gizi ( Jawabannya: Sehat Melalui Makanan)
Teori dasar, abadi dan religi yang membingkai kehidupan sumber daya manusia dan merupakan investasi tak terhingga dalam mencapai kemaslahatannya di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Ini termaktub dalam Al-Qur’an Surat Annisa Ayat 9 yang artinya “Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya). Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar”.
Bilakah seorang Pemimpin dapat bertindak untuk hal mulia ini?
Masalah gizi di Indonesia sangat istimewa karena dilingkupi dengan politisasi yang tinggi sehingga penanganan pencegahan dan penanganannya adalah parsial dan bermakna kurang bahkan berada dalam sistem yang harus ditingkatkan pembenahannya. Sebut saja masalah pendek pada masa balita di Indonesia pada tahun 2018 adalah 30.8%, sementara pada umur 5-12 tahun 23.6%. Artinya terjadi penurunan, dengan harapan pada usia selanjutnya keadaan pendek itu terjadi penurunan pula, sehingga pada usia produktif atau dewasa nanti kondisi penduduk Indonesia berada pada status gizi bukan pendek lagi. Namun yang terjadi berbeda yakni begitu umur 13-15 tahun malah terjadi kenaikan lagi menjadi 25.7% dan pada umur 16-18 tahun lebih naik lagi menjadi 26.9% (Riskesdas 2018). Jadi sesungguhnya pencegahan dan penanganan pendek atau yang populer dikatakan stunting apa hanya pada usia balita saja? Lihat Gambar 1.
Bila membandingkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 maka terlihat angka yang memprihatinkan pula. Pada saat usia balita pendek ada 18.7% dan pada usia 5-12 tahun terjadi peningkatan menjadi 19.4%. Maknanya, bisakah dikatakan terjadi penurunan pendek pada kelompok umur balita sementara saat kelompok usia di atasnya adalah lebih tinggi prevalensinya? Intervensi apa yang dilakukan sehingga pendek malah meningkat pada usia 5-12 tahun?
Riskesdas 2018 menunjukkan 30.8% ketika berusia balita adalah pendek, namun pada umur 16-18 tahun ada perbedaan prevalensinya yakni 26.9%. Apakah dapat dikatakan bahwa telah terjadi penurunan pendek atau stunting?
Selanjutnya pada SKI tahun 2023 bisakah dikatakan meningkat kejadian pendek karena dari usia balita yang angkanya 18.7%, tetapi begitu usia 16-18 tahun terjadi peningkatan prevalensi pendek menjadi 23.7%? Akan lahir pula pertanyaan bahwa apakah masalah pendek hanya pada balita saja?
Gambar 1. Status Gizi Pendek Di Indonesia
Sumber: Riskesdas 2018 dan SKI 2023
Selanjutnya pada Gambar 1, bila kita bandingkan hasil Riskesda 2018 dan SKI 2023 maka menunjukkan bahwa pada umur balita terjadi penurunan sebesar 39%; umur 5-12 tahun turun sebesar 18%; umur 13-15 tahun turun 6%; dan pada umur 16-18 tahun turun 12%.
Kegemukan atau obesitas termasuk masalah gizi yang tentunya mendukung terjadinya masalah kesehatan masyarakat yakni berbagai morbiditas dan mortalitas. Sebut saja berbagai penyakit degeneratif atau penyakit tidak menular seperti diabetes mellitus, penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit gagal ginjal, kelainan metabolisme insulin yang bermuara pada penyakit diabetes mellitus. Selain itu juga termasuk penyakit tumor dan kanker, peningkatan kebutuhan hemodialisa (cuci darah), dan lainnya.
Gambar 2 menunjukkan tentang kegemukan di Indonesia dan berdasarkan Riskesdas 2018 bahwa prevalensi kegemukan usia balita ada 8%. Tetapi begitu umur 5-12 tahun terjadi peningkatan yang luar biasa menjadi 20%; begitu umur 13-15 tahun terjadi penurunan dari sebelumnya menjadi 16%; dan pada umur 16-18 tahun terjadi lagi penurunan menjadi 13.5%. Namun pada umur >18 tahun, prevalensi kegemukan meningkat menjadi 35.4%. Menyimak data ini maka prevalensi kegemukan terjadi perbedaan yang sangat tinggi yakni dari 8% pada usia balita menjadi 35.4% pada usia >18 tahun.
Sementara hasil SKI tahun 2023 juga menunjukkan perbedaan yang mencolok bahwa pada usia balita prevalensi kegemukan hanya 4.2% lebih rendah dari data Riskesdas 2018. Namun begitu masuk pada usia 5-12 tahun terjadi peningkatan yang drastis menjadi 19.7%. Tetapi pada usia 13-15 tahun malah lebih rendah yakni 16.2%; bahkan pada usia 16-18 tebih rendah lagi yakni 12.1%. Begitu masuk pada usia >18 tahun terjadi kenaikan lagi menjadi 37.7%.
Gambar 2. Status Gizi Gemuk Di Indonesia
Sumber: Riskesdas 2018 dan SKI 2023
Data kegemukan hasil Riskesda 2018 dan SKI 2023 terlihat pada masa balita terjadi penurunan sebesar 48%; begitu umur 5-12 tahun terjadi pula penurunan namun kecil angkanya yakni hanya 2%; pada umur 13-15 tahun terjadi peningkatan walaupun hanya 1%; selanjutnya umur 16-18 tahun terjadi penurunan lagi sebesar 10%; akan tetapi pada umur >18 tahun malah terjadi peningkatan sebesar 6% yakni dari 35.4% pada tahun 2018 menjadi 37.7% pada tahun 2023.
Data tahun 2018 dan 2023 menunjukkan ada persamaan yakni kecenderungan terjadinya penurunan prevalensi kegemukan pada kelompok umur 13-15 tahun dan umur 16-18 tahun. Kemudian prevalensi ini naik lagi ketika masuk pada usia >18 tahun. Artinya bahwa pada sekmen ruang kelompok umur terdapat banyak masalah yang bertumpu secara individual, keuarga, institusi, dan sistem penanganannya. Inilah ruang yang harus diintervensi oleh para pemimpin yang dipilih masyarakat pada Rabu 27 Nopember 2024 yakni Gubernur, bupati/walikota yang bersinergi dengan program pembangunan Presiden ke-8, Prabowo Subianto.
Kejadian berbagai masalah gizi dan kesehatan tentunya ketidakpatutannya proses pencegahan dan penanganan masalah gizi dan kesehatan. Sebagai contoh, penanganan masalah pendek adalah tidak cukup bila hanya diberikan makanan tanpa keberlangsungan edukasi dari berbagai sudut pandang. Demikian pula masalah kegemukan bahkan belum menjadi perhatian setiap daerah dalam penanganannya secara komprehensif? Akibatnya terjadilah berbagai masalah kesehatan seperti mudahnya terinfeksi dengan berbagai macam penyakit, dan merebaknya berbagai penyakit tidak menular. Untuk penanganan keduanya tentu butuh biaya yang tidak sedikit.
Berbagai uraian yang telah disampaikan maka sangat dibutuhkan pencegahan dan penanganan masalah gizi secara jangka pendek untuk kasus-kasus tempory dan penyakit infeksi; jangka menegah untuk kasus kelebihan gizi dan penyakit tidak menular; dan jangka panjang berupa peningkatan perilaku masyarakat hidup bersih dan sehat melalui edukasi atau pembelajaran gizi dan kesehatan yang berbasis makanan sejak usia PAUD, SD, SMP, SMA dan atau yang sederajat. Semunya tidak lepas dari peran pemerintah khsusnya yang membidangi kesehatan dan juga unsur support lainnya termasuk dibentuknya Badan Gizi Nasional yang berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2024.
Badan Gizi Nasional sangat diyakini akan mampu merancang dan memberikan pelayanan dalam upaya pencegahan dan penanganan masalah gizi di Indonesia, tetapi bukan hanya memberikan makanan gratis pada masyarakat tetapi proses edukasi juga menjadi pioritas utama. Oleh karena itu pilihlah para pemimpin yang mau dan mampu melaksanakan amanah ini sehingga dia adalah pemimpin yang benar-benar tidak sudi meninggalkan generasi hari ini adalah lemah, bermasalah gizi dan bermasalah kesehatan. Di masa yang akan datang menyongsong Indonesia Emas 2045 maka generasi inilah yang menjadi SDM Indonesia berkualitas dan berperan di negeri Indonesia bahkan sampai tingkat dunia.
Bahwa saat ini begitu banyak intervensi makan yang diberikan kepada masyarakat namun masalah gizi kurang bahkan gizi lebih malah meningkat pada anak, remaja, ibu hamil, ibu menyusui, dewasa apalagi pada usia lanjut. Berarti kondisi Indonesia sudah darurat harus membelajarkan gizi dan kesehatan kepada masyarakat secara terencana, terstruktur, masif, bahkan berkesinambungan. Indonesia sudah saatnya membuat Sekolah Sadar Gizi, agar intervensi yang diberikan diantaranya pemberian makanan gratis pada anak sekolah bukan meningkatkan masalah gizi dan kesehatan di Indonesia. Sudah saatnya pula Indonesia menciptakan bahwa kantin dan sekolah bukan pendukung terbaik masalah gizi dan kesehatan. Semoga tulisan ini bermanfaat dalam kebenaran yang rasional dan ilmiah, Aamiin.
Selamat memilih Gubernur dan Bupati/Walikota yang Peduli Gizi dan Kesehatan Pada Rabu, 27 Nopember 2024.
Tulisan ini dimuat juga di media lainnya.
Pustaka:
- Riskesda Tahun 2018
- Survei Kesehatan Indonesia Tahun 2023
- Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2024 Tentang Badan Gizi Nasional
- Napu A, 2019. Indonesia Darurat Mengajar Gizi dan Kesehatan. https://dinkes.gorontaloprov.go.id/indonesia-darurat-mengajar-gizi-dan-sehat/
- Napu A. 2024. Sekolah Sadar Gizi Berbasis Makanan Tradisional. https://dinkes.gorontaloprov.go.id/sekolah-sadar-gizi-berbasis-makanan-tradisional/
- Napu A. 2024. Anak Sekolah, Ibu Hamil Dapat Makan dan Susu Gratis, Tetapi… https://gorontalopost.co.id/2024/02/24/anak-sekolah-ibu-hamil-dapat-makan-dan-susu-gratis-tetapi/
- Napu A. 2024. Anak Sekolah Indonesia Makan Gratis Masalah Gizi Dan Kesehatan Meningkat https://dinkes.gorontaloprov.go.id/anak-sekolah-indonesia-makan-gratismasalah-gizi-dan-kesehatan-meningkat/
- Napu A. 2024. Kantin Dan Sekolah Pendukung Terbaik Masalah Gizi Dan Kesehatan? https://dinkes.gorontaloprov.go.id/kantin-dan-sekolah-pendukung-terbaik-masalah-gizi-dan-kesehatan/
Sosial Media Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo :
Channel Youtube
Facebook Page
Facebook
Twitter
Instagram