Anak Sekolah Indonesia Makan Gratis Masalah Gizi Dan Kesehatan Meningkat

WhatsApp-Image-2024-09-13-at-07.37.05.jpeg

Dr. Arifasno Napu, SSiT, M.Kes, Pengamat Gizi dan Kesehatan. Mengajar Ilmu Gizi dan Kesehatan, Kebijakan Kesehatan, Olahraga, Budaya di Perguruan Tinggi, Ketua Perhimpunan Pakar Gizi Dan Pangan Provinsi Gorontalo, Ketua Yayasan Makanan dan Minuman Indonesia (YAMMI) Provinsi Gorontalo, Pembina DPD PERSAGI Provinsi Gorontalo, Wakil Ketua Kwarda Gorontalo, Dosen Poltekkes Kemenkes Gorontalo

Salam Gizi (jawabannya, Sehat Melalui Makanan)

Ada dua Teori Dasar dan Abadi tentang mengkonsumsi makanan dan ini terdapat dalam Al-Qur’an yakni Surat Al-Baqarah ayat 168 yang artinya “Wahai manusia, …makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu”. Dan Surat Al-A’raf ayat 31 yang artinya …Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”.

Dari dua teori ini, maka dapat diuraikan beberapa hal penting dalam mengkonsumsi makanan termasuk memberikan makan kepada anak sekolah Indonesia secara gratis yakni:

  1. Tidak memandang remeh tentang pemberian makanan, karena terancam sebagai pengikut langkah-langkah setan, sehingga dibutuhkan ilmu untuk melaksanakannya secara manajerial, terstruktur, dan berkesinambungan yang dilakukan secara professional.
  2. Makanan halal (muslim) dan baik. Tentunya halal sesuai dengan syariat Islam apakah jenisnya, perolehannya, proses persiapan bahan makanan, proses pemasakan, bahkan proses penghidangan. Sering juga terabaikan penggunaan piranti penghidangan yang menjadi pencetus penyakit keganasan seperti penggunaan kantong plastik untuk makanan yang panasatau yang sejenisnya. Mengkonsumsi makanan yang baik dapat mencakup penggunaan bahan makanan yakni alami, beragam, bergizi, berimbang, aman dan menyehatkan. Sangat disayangkan bahwa hari ini Indonesia yang luas tanahnya dan subur, punnya ribuan suku dan jenis makanan tradisional, malah banyak menggunakan bahan makanan import dan tidak alami atau instan termasuk penggunaan bahan sintetik diantaranya bumbu-bumbu penyedap, pewarna, penambah rasa, penambah aroma, dsb. Beragamnya bahan makanan yang dikonsumsi mendukung terpenuhinya kelengkapan zat-zat gizi. Tetapi harus memilih yang bergizi dan diseimbangkan dengan umur, berat badan/ tinggi badan, aktivitas fisik/ olahraga, status kesehatan, cuaca, sosial, budaya, ekonomi, agama. Aman dan menyehatkan, tentunya begitu penting menggunakan bahan makanan yang aman dalam artian dari jenisnya, tidak terkontaminasi dengan zat kimia yang merugikan termasuk bakteri atau virus sehingga diharapkan dapat menyehatkan tubuh.
  3. Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan yang akibatnya bisa menyebabkan masalah gizi kurang gizi lebih dan kesehatan. Berlebihan bisa berarti dua yakni lebih ke sisi kekurangannya dan kelebihan itu sendiri.

Masalah kekurangan gizi cukup banyak terjadi antara lain adalah status gizi pendek atau popular disebut stunting. Memang Indonesia dengan kekayaan berbagai sumber daya tetapi banyak ditemukan orang yang pendek atau stunting, yang tentunya beda dengan negara lain seperti Jepang.

Jepang dikenal pada perang dunia pertama dan kedua adalah orang yang pendek, namun sekarang telah mampu bersaing dengan negara lainnya dalam berbagai bidang. Kurang lebih dalam kurun waktu 60 tahun, tinggi badan anak usia 17 tahun yakni pada tahun 1945 hanya 165 cm (laki-laki) dan 153,7 cm (perempuan), meningkat menjadi 170.7 cm dan 157,9 cm pada tahun 1980. Sementara di Indonesia dari tahun 1985 hingga 2019 rerata tinggi badan dewasa hanya bertambah 4-5 cm, yaitu 161.6 cm (laki-laki) dan 150.1 cm (perempuan) pada 1985 menjadi 166,3 cm dan 154.4 cm pada tahun 2019 (Kencana Sari 2022). Bagaimana dalam 10 tahun masa kepemimpinan Presiden Djoko Widodo?

Orientasi analisis dan implikasi intervensi status gizi di Indonesia hanya menitik beratkan pada saat masih balita (0-59 bulan). Ketika balita ini pendek apakah dengan bertambah umurnya telah teratasi masalah pendek dimaksud? Pada Gambar 1 Status gizi pendek (stunting) di Indoensia, menunjukkan bahwa balita yang berstatus gizi pendek atau stunting (pengukuran tinggi badan menurut umur) pada tahun 2018 ada 30.8%, sementara tahun 2023 menjadi 18.7% atau turun sekitar 39%. Artinya bahwa selang waktu lima tahun ada intervensi bermakna yang diberikan sehingga terjadi penurunan.

Pada kelompok umur 5-12 tahun juga terjadi penurunan sebesar 18% yakni dari 23.6% pada tahun 2018 menjadi 19.4% tahun 2023. Pada kelompok umur 13-15 tahun sekalipun terjadi penurunan yang hanya 6% namun angka kejadian pendek lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelompok umur sebelumnya yakni 25.7% pada tahun 2018 menjadi 24.1% tahun 2023. Anehnya lagi pada kelompok umur 16-18 tahun terdapat penurunan 12% tetapi angkanya malah lebih tinggi dari kelompok umur sebelumnya yaitu dari 26.9% pada tahun 2018 menjadi 23.7% pada tahun 2023.

Gambar 1, telah mengungkapkan bahwa intervensi pencegahan dan penanganan stunting hanya fokus pada kelompok umur balita,yang diawali dari saat hamil yang dikenal dengan istilah 1000 HPK (hari pertama kehidupan). Tetapi trendnya menunjukkan bahwa setelah balita, intervensi apa yang diberikan pada balita yang telah lulus atau bebas stunting sehingga dapat dipertahankan pada kelompok umur selanjutnya dan terjadi peningkatan tinggi badan? Keberhasilan intervensi pencegahan dan penanganan stunting masa balita berpengaruh positif ketika balita tersebut masuk pada kelompok umur selanjutnya. Bila intervensinya tidak tepat dan bijak maka dampak sederhana yang muncul adalah kelebihan berat badan bahkan sampai pada obesitas, yang tentunya dapat menjadi pencetus berbagai penyakit tidak menular seperti diabetes mellitus, hipertensi, jantung koroner, penyakit ginjal, keganasan seperti kanker, stroke dan lainnya.

Gambar 1. Status Gizi Pendek (Stunting) di Indonesia

Sumber: Riskesdas 2018 dan SKI 2023

Gambar 2, Kegemukan di Indonesia. menunjukkan bahwa begitu banyak problematika yang dianggap tidak menjadi beban malah pada tahun-tahun berikutnya menjadi kumpulan masalah yang bermakna bahkan dapat memberikan resiko dalam kehidupan umat manusia Indonesia. Kelompok umur balita yang gemuk berdasarkan berat badan menurut panjang badan/tinggi badan hanya sebesar 8% pada tahun 2018 dan turun 48% pada tahun 2023 menjadi 4.2%. Tetapi pada kelompok umur 5-12 tahun malah lebih tinggi dari kelompok umur sebelumnya yakni 20% pada tahun 2018 dan 19.7% tahun 2023 atau ada penurunan sebesar 2%. Selanjutnya kelompok umur 13-15 tahun terjadi peningkatan sebesar 1% yakni dari 16% pada tahun 2018 menjadi 16.2% tahun 2023. Begitu masuk kelompok umur 15-18 tahun tetap terjadi penurunan sebesar 10% yakni dari 13.5% pada tahun 2018 menjadi 12.1% tahun 2023. Pada kelompok umur >18 tahun prosentasenya sangat besar dari semua kelompok umur sebelumnya dan terjadi peningkatan sebesar 6% yakni dari 35.4% pada tahun 2018 menjadi 37.7% tahun 2023.

Gambar 2.  Kegemukan di Indonesia

Sumber: Riskesdas 2018 dan SKI 2023

Gambar 1 dan 2, telah memberikan informasi peringatan kepada Bangsa Indonesia bahwa selain tingginya masyarakat yang pendek/stunting, juga tingginya masyarakat yang gemuk. Mengapa terjadi seperti ini sementara intervensi pencegahan dan penanganan stunting di mana-mana menjadi prioritas termasuk dalam penganggaran pembangunan dari tingkat nasional sampai tingkat desa?

Hari ini, begitu menggaungnya program prioritas Presiden terpilih periode 2024-2029 Jenderal (Purn) Prabowo Subianto yakni memberikan makanan gratis pada anak sekolah Indonesia. Program ini sangat baik dan tepat karena pemerintah menyikapi bahwa banyak penduduk Indonesia yang pendek atau stunting, termasuk masih banyak yang kekurangan makan. Oleh karena itu makanan gratis yang akan diberikan pada anak sekolah Indonesia sebaiknya dimanage secara sistematika, terstruktur, masif dan berkesinambungan serta professional dalam bidangnya, sehingga tujuan untuk memperbaiki pola makan, status gizi dan kesehatan anak sekolah dapat tercapai. Makanya, untuk mensukseskan pemberian makan gratis pada anak sekolah dibutuhkan regulasi yang jelas dan dihimpun dari pengalaman-pengalaman yang pernah dilaksanakan termasuk dibandingkan dengan negara-negara yang sedang atau telah melaksanakannya.

Agar terjadi dan terbentuk sistem perilaku yang meliputi pengetahuan, sikap dan praktik maka pemberian makan gratis sangat penting dan darurat membelajarkan tentang makanan, gizi dan kesehatan pada anak sekolah. Bila hanya memberikan makan saja secara gratis, maka ibarat hanya menggemukkan anak tetapi anak tidak difahamkan tentang bahan makanan lokal, fungsi-fungsinya dalam tubuh, fungsinya pada saat terjadi perubahan fisiologi seperti hamil dan menyusui, masa balita, anak-anak, remaja bahkan masa dewasa. Manajemen pemberian makan gratis pada anak sekolah harus dilaksanakan sehingga dapat berdampak:

  1. Anak terbelajarkan dengan makanan, gizi dan kesehatan
  2. Anak terbelajarkan tentang dirinya sendiri yakni tentang makanan tradisional daerahnya yang melestarikan jiwa nasionalisme
  3. Anak tercegah dari kekurangan konsumsi makan sehingga dapat mencegah berbagai penyakit infeksi termasuk sampai pada keadaan retardasi mental.
  4. Anak tercegah dari kelebihan konsumsi makan yang berakibat kelebihan berat badan sampai pada obesitas dan dapat menjadi awal dari siklus penyakit tidak menular

            Program pemberian makan gratis pada anak sekolah Indonesia bisa melahirkan proses edukasi yang baik untuk peserta didik, sehingga lahirlah  Sekolah sadar gizi berbasis makanan tradisional yang disesuaikan dengan daerahnya. Ini bisa dilihat pada Gambar 3 yang menjelaskan tentang pencegahan dan penanganan masalah konsumsi makanan, gizi dan kesehatan secara totalitas. Diawali pembelajaran yang berdasarkan kurikulum dan bahan ajar sejak PAUD (pendidikan anak usia dini), Sekolah Dasar/sederajat, Sekolah Lanjutan Pertama/sederajat, dan Sekolah lanjutan Atas/sederajat. Setelah SLTA bisa saja ada yang menikah atau melanjutkan ke ke perguruan tinggi namun mereka sama-sama menjadi laki-laki dan wanita usia subur. Karena telah mempunyai pengetahuan, sikap dan praktik  tentang makanan, gizi dan kesehatan maka ketika akan menikah telah difahami tentang apa yang harus dikonsumsi, demikian pula pada saat setelah menikah dan saat hamil. Begitu melahirkan, sudah diketahui harus mengkonsumsi apa, bagaimana cara membuatnya demikian pula makanan untuk anaknya yang dimulai dari ASI (Air Susu Ibu) eksklusif, makanan pendamping ASI, makanan untuk anak, remaja, dan dewasa.

  Gambar 3.  Skema Sekolah Sadar Gizi Tangani Masalah Makanan, Gizi dan Kesehatan

Ini menjadi siklus yang berkesinambungan, karena ketika anaknya sudah masuk sekolah, maka disamping dapat pembelajaran dari sekolah tentang makanan, gizi dan kesehatan, di rumah juga dibelajarkan oleh ibu/ayah tentang hal yang sama. Untuk menopang proses pemberian makan gratis dan pembelajaran makanan, gizi dan kesehatan di sekolah, dibutuhkan regulasi yang menatanya sehingga dapat berjalan dengan baik dan berkesinambungan.

Begitu pentingnya pembelajaran secara berkesinambungan tentang makanan, gizi dan kesehatan yang berbasis makanan tradisional agar tidak terjadi siklus sakit. Makanya, sudah saatnya ada undang-undang tentang makanan tradisional dan pembelajarannya untuk pelestarian dan pengembangannya dalam mendukung program nasional pemberian makanan gratis di Sekolah Indonesia. 

Pembelajaran makanan, gizi dan kesehatan berbasis makanan tradisional sebaiknya berdasarkan regulasi seperti yang ada di Gorontalo dalam bentuk Peraturan Daerah (PERDA) No 3 Tahun 2015 tentang Pembelajaran Ilmu Gizi Berbasis Makanan Khas Daerah yang merupakan satu-satunya daerah yang memilikinya. Dengan PERDA ini, bila terjadi pergantian kepemimpinan maka kegiatan edukasi tetap saja berjalan dan berkesinambungan, yang dapat berdampak langsung pada kualitas sumber daya manusia hari ini dan masa depan. Berbasis makanan tradisional berarti mengembangkan potensi yang dimiliki daerah sendiri sehingga makanan gratis yang diberikan pada anak sekolah Indonesia bukanlah berasal dari bahan import tetapi dari daerah kita sendiri seperti beras atau penggantinya, ikan, telur, daging, kacang-kacangan, sayur, buah, dll. Penggunaan bahan lokal dalam bentuk makanan tradisional meningkatkan jiwa nasionalisme, mengembangkan dan melestarikan budaya termasuk meningkatkan ekonomi daerah. Semoga pemerintahan Presiden Prabowo memberikan yang baik dan lebih baik dalam pembangunan Bangsa Indonesia yang sudah harus terbenahi. Bersama berkarya sebagai ibadah, Aamiin.

Pustaka:

  1. Kementerian Kesehatan RI. 2018. Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar)
  2. Kementerian Kesehatan RI. 2023. SKI (Survei Kesehatan Indonesia)
  3. Sari K. 2022. Kerdilnya Orang  Indonesia. https://www.kompas.id/baca/opini/2022/10/24/kerdilnya-orang-indonesia
  4. Napu A. 2024. Sekolah Sadar Gizi. https://dinkes.gorontaloprov.go.id/sekolah-sadar-gizi-berbasis-makanan-tradisional/
  5. Napu A. dkk. 2023. Pengaruh Pembelajaran Ilmu Gizi Pada Siswa Terhadap Sikap Konsumsi Makanan Tradisional Gorontalo.  file:///C:/Users/TOSHIBA/Downloads/17347-45114-3-PB%20(1).pdf
  6. Napu A. dkk. Analisis Penggunaan Telur Yang Berbeda Pada Tiliaya Terhadap Tingkat Penerimaan Ahli Gizi https://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jjhsr/article/view/19288

Sosial Media Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo :
Channel Youtube
Facebook Page
Facebook
Twitter
Instagram

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

eleven − ten =

scroll to top
Bahasa »