Ambulans Super Mini dan Sambal Sagela

IMG-20240405-WA0036.jpg

Anang S. Otoluwa (Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo)

Motor yang saya tumpangi di atas, sekilas nampak seperti motor listrik biasa. Tapi di tangan Pak Agus Djamaludin (Kepala Balai Besar Kekarantinaan Kesehatan Makassar), ini menjadi luar biasa. Motor ini dimodifikasi dan dipersenjatai dengan peralatan medis emergensi. Kemudian, di lantai 2 ruang tunggu bandara Hasanuddin Makassar dia diparkir. Disini, dia ‘stand by’ sebagai kendaraan bagi petugas kesehatan utk menangani kegawatdaruratan medis. Jadilah motor seharga 12 jutaan ini “ambulans super mini”. Kata Pak Agus, inilah ambulans supermini pertama di Indonesia yg beroperasi di bandara.

Inovasi ini tentu tak sekedar gagah-gagahan. Saat menunggu rapat koordinasi penyelenggaraan haji dimulai, Pak Agus bercerita bagaimana ide inovatif itu lahir. Saat ini bandara Hasanuddin sudah diperluas. Bentangan ruang tunggunya kini mencapai 800 meter. Bisa dibayangkan bila terjadi serangan jantung pada seorang calon penumpang yang jauh dari petugas kesehatan. Tenaga medis tentu harus berlari-lari untuk menyelamatkan pasien. Bisa dihitung berapa menit yy diperlukan untuk itu. Petugas pun tdk bisa langsung memberikan pertolongan bila dia tiba dengan ngos-ngosan. Kata Pak Agus, keterlambatan seperti ini bisa berakibat fatal bagi pasien.

Tapi, bukankah ini bisa diatasi menggunakan skuter sebagaimana yang kita lihat lalu lalang di bandara? “Ada masalah lain lagi” sambung Pak Agus. Berdasarkan pengalaman, petugas kesehatan banyak yang lupa menenteng peralatan medisnya saking tergesa-gesa. Nah, di ambulans supermini, ini tidak bakalan terjadi. Disini, set peralatan medis itu sudah tersimpan rapi di bagasi. Bahkan tabung oksigen pun telah menempel di bagasi sebelah kiri. Dengan begini, potensi keterlambatan penanganan itu bisa teratasi.

Untuk membuktikan ceritanya, Pak Agus menantang kami melihatnya sendiri. Maka, disela-sela melakukan simulasi keberangkatan haji, saya coba mengendarai ambulans supermini ini. Oleh Astrie, (Ka. Subbag Adum Balai Kekarantinaan Kelas I Gorontalo) diabadikanlah momen itu menjadi foto pemanis tulisan ini.

Cerita tentang inovasi Pak Agus belum berhenti sampai di sini. Saat rapat soal penyelenggaraan haji itu, seorang peserta mengemukakan perihal kebiasaan Jemaah Calon Haji (JCH) Gorontalo yg berpotensi menimbulkan masalah kesehatan. “Orang Gorontalo itu punya kebiasaan makan dengan lauk dabu dabu Sagela (sambal Roa). Dan ini sulit dicegah termasuk ketika mereka melaksanakan haji”, katanya berapi-api.

Bagaimana cara mengatasi ini? Mendengar itu, Astrie sebagai Petugas karantina Gorontalo langsung minimpali. Tahun lalu, mereka sampai bingung dibuatnya. Bagaimana tidak, saat pemeriksaan barang bawaan, petugas karantina sudah yakin betul bahwa JCH sudah steril dari sambal roa ini. Tapi ketika saat makan tiba, mereka lihat sambal roa td masih setia menemani para CJH.

“Dari mana datangnya sambal roa itu”? Tanya petugas keheranan. Ini pertanda kalau keinginan membawa bekal sambal sangat kuat pada JCH.
Mendengar itu, peserta rapat banyak yg senyum senyum. Bahkan ada yg berkata: “Jangan jangan ada yang punya ilmu ‘polilungo’ diantara JCH itu”?

Lalu Pak Agus hadir menawarkan solusi. Katanya disaat diskusi terbatas, jamaah boleh saja membawa sambal roa, asalkan dikemas dalam saset saset kecil yang habis sekali makan. Karena kalau dibawa dalam jumlah besar dalam satu wadah plastik, sambal tadi bisa terancam basi. Dan inilah yg bisa menimbulkan masalah di saluran pencernaan.

Dua contoh kasus di atas memberi pesan kepada kita. Dengan sedikit berinovasi, pada setiap masalah pasti ada solusi. Disaat Pemerintah Provinsi Gorontalo sedang mengembangkan manajemen talenta ASN, dua cerita td semoga menginspirasi.(*)

Sosial Media Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo :
Channel Youtube
Facebook Page
Facebook
Twitter
Instagram

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

3 × 2 =

scroll to top
Bahasa »