Kota Gorontalo, Dinkesprov – Pemerintah Provinsi Gorontalo menegaskan kembali komitmennya di bidang Kesehatan dengan melanjutkan Kerja sama dengan BPJS Kesehatan dalam peningkatan pelayanan Kesehatan gratis bagi masyarakat kurang mampu. Hal tersebut ditandai dengan penandatanagan kerjasama antara BPJS dengan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota/kabupaten yang digelar di Kantor Gubernur, Kamis (27/12/2018). Pemeritah daerah menanggung premi warga miskin melalui program Jaminan Kesehatan Semesta (Jamkesta) melalui dana APBD begitu pula pemerintah kabupaten/kota dengan jaminan serupa di luar tanggungan APBN melalui program JKN-KIS.
Pada kesempatan itu, Gubernur Gorontalo H. Rusli Habibie mengatakan bahwa ada pembagian jumlah peserta yang harus di tanggung antara pemerintah provinsi dan Kota/Kabupaten dengan porsi 60% dan 40%.
“Contohnya di Kota Gorontalo ada 100 orang masyarakat miskin yang tercover oleh BPJS. Jadi 60 orang tanggungan kami di provinsi dan 40 orang ditanggung oleh Pemda Kota. Sehingga total masyarakat yang memiliki jaminan kesehatan di Gorontalo sudah 98 persen, termasuk jaminan mandiri, PNS/TNI/Polri, JKN-KIS dan pemerintah daerah,” kata Rusli.
Gubernur juga berencana mengajukan penambahan kuota penerima JKN-KIS ke pemerintah pusat. Hal itu diharapkan dapat mengurangi beban biaya daerah di sektor kesehatan. Jika usulan tersebut terealisasi, maka anggaran jaminan kesehatan bisa dialihkan untuk upaya pencegahan, promosi dan sosialisasi pola hidup sehat.
“Walaupun kami menganggarkan ke APBD setiap tahun tetapi masih banyak juga kegiatan kegiatan lain yang membutuhkan anggaran. Jadi minimal separuhnya bisa berkurang dari Provinsi Kabupaten / Kota. Sehingga insya Allah kalau ini disetujui, anggaran ini akan kami sisipkan untuk membantu masyarakat dari sisi hulunya. Mulai dari promosinya, penyuluh kesehatan, posyandu,” tambahnya.
Dihubungi terpisah, Kepala Seksi Pembiayaan Jaminan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, Afriyani Katili, SKM., M. Kes mengungkapkan bahwa idealnya Pemprov Gorontalo harusnya menanggung 227.000 jiwa. Jika dikalikan premi tanggungan selama 12 bulan maka butuh anggaran lebih kurang Rp.62.652.000.000,-. Sementara anggaran yang tersedia hanya untuk 205.584 jiwa selama 9 bulan yakni Rp. 42.555.888.000,-. Ada kekurangan Rp. 20.096.112.000,-.
“Dengan adanya penandatanganan Perjanjian Kerja Sama ini kami berharap seluruh masyarakat yang kurang mampu dapat tercover dalam jaminan Kesehatan sehingga ketika masyarakat sakit benar-benar terjamin dalam hal pembiayaan serta mendapat pelayanan yang maksimal dari fasilitas pelayanan Kesehatan baik di tingkat pertamamaupun tingkat lanjut” pungkasnya.