Tenaga Pelaksana Pelayanan Kesehatan KtP/A dan TPPO Perlu Ditingkatkan Kemampuan Tatalaksana Kasus

IMG-20201001-WA0015.jpg

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, Misranda E.U Nalole, M.Si., (tengah) saat membuka Pelatihan Pelayanan Kesehatan Bagi Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Selasa (27/09/2020) bertempat di Grand Q Hotel Kota Gorontalo

Kota Gorontalo, Dinkesprov – Menurut WHO, sedikitnya satu diantara lima penduduk perempuan di dunia, semasa hidupnya pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual yang dilakukan oleh laki-laki. Kekerasan terhadap perempuan (KtP) merupakan penyebab kematian urutan ke-10 terbesar bagi perempuan usia subur pada tahun 1998. Data dari catatan tahunan Komisi Nasional Perempuan Indonesia tercatat peningkatan kasus dari tahun 2011 sebanyak 119.107 kasus menjadi 321.752 kasus KtP.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, Misranda E.U Nalole, M.Si., saat membuka Pelatihan Pelayanan Kesehatan Bagi Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Selasa (27/09/2020) menjelaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak (Ktp/A), termasuk tindak pidana ketimpangan gender. Permasalahan ini masih menjadi fenomena gunung es yaitu kasus KtP/A dan TPPO yang teridentifikasi di pelayanan kesehatan dasar dan rujukan serta kepolisian belum menggambarkan jumlah seluruh kasus yang ada di masyarakat.

“Sebagian dari mereka menganggap bahwa kasus KtP/ A merupakan aib dan masalah domestik dalam keluarga yang tidak pantas diketahui orang lain. Sedangkan untuk kasus TPPO mereka menganggap hal tersebut wajar dan tidak pantas dilaporkan, terutama jika pelaku merupakan keluarga sendiri, sehingga bisa diselesaikan secara damai dan kekeluargaan”, ungkap Misranda

Ditambahkan Misranda, Pemberdayaan Perempuan dan Anak pada tahun yang sama telah meluncurkan strategi nasional penghapusan kekerasan terhadap anak tahun 2016-2020 ( STRANAS PKTA 2016-2020) untuk mencegah dan merespon segala bentuk kekerasan terhadap anak secara sistematis, terintegrasi, berbasis bukti, terkoordinasi, partisipatoris, dan berbasis pada kepentingan terbaik bagi anak. Kemudian pada tahun 2013, diterbitkan peraturan menteri kesehatan nomor 68 tahun 2013 tentang kewajiban pemberi layanan kesehatan untuk memberikan informasi atas adanya dugaan kekerasan terhadap anak.

“Dengan demikian dalam upaya pengembangan Puskesmas PP-KtP/A dan Rumah Sakit yang memiliki unit Pusat Kesehatan Terpadu /PKT atau Pusat Pelayanan Terpadu/PPT perlu dilakukan peningkatan kemampuan tenaga kesehatan di puskesmas dan rumah sakit agar mampu tatalaksana melalui pelatihan tatalaksana kasus KtP/A, termasuk tindak pidana perdagangan orang”, pungkasnya.

Kegiatan ini bertujuan agar peserta mampu melakukan tata laksana kasus KtP/A dan TPPO di Puskesmas sesuai dengan standar dan dilaksanakan selama 5 (lima) hari terhitung sejak tanggal 27 September s/d 1 Oktober 2020 bertempat di Hotel Grand Q Kota Gorontalo, dengan peserta pelatihan berjumlah 20 orang yang terdiri dari pengelola program KtP/A di Dinas Kesehatan serta TIM dari puskesmas yang terdiri dari dokter puskesmas dan pengelola program KtP/A di Puskesmas. Pada pelaksanaannya mengedepankan standar protokol kesehatan dengan memberi jarak antara peserta satu dengan yang lainnya serta memakai masker dan menyediakan hand sanitizer.

Rilis : Dewi Frida / Nur Ajran
Editor : Nancy Pembengo & MD

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

13 − ten =

scroll to top
Bahasa »