Selembar Materai dan Sholat Jenazah

WhatsApp-Image-2020-02-13-at-15.25.35.jpeg

Oleh: Dr. Arifasno Napu, SSiT, M. Kes. Pemerhati masalah Gizi, Kesehatan dan Sosial. Mengajar Ilmu Gizi, Kesehatan, Olahraga, Budaya di Perguruan Tinggi, Anggota Pengurus ISNA (Indonesia Sport Nutritionist Association), Ketua Pergizi Pangan Indonesia Gorontalo, Wakil Ketua Kwarda Gorontalo, PNS BPBD Prov Gorontalo.

Agama itu rasional yang mengedepankan keilmiahan baik yang sifatnya individual maupun kemasyarakatan termasuk dalam permohonan doa oleh umatnya kepada Allah SWT.

Ketika lagi buntu dalam mendeskripsikan angka-angka hasil riset dalam draf disertasi, maka penulis keluar dari kamar untuk menghirup udara inspirasi sekaligus menenangkan ketegangan saraf yang terjadi. Di luar kamar ditemui beberapa orang teman sedang diskusi yang bertempat di ruang tamu sehingga terjadilah obrolan dengan mereka yang sama-sama juga sebagai mahasiswa. Mereka yang berdiskusi ini juga sedang merampungkan tesis guna penyelesaian pendidikan magisternya.

Wah, obrolannya cukup seru karena sedang membahas tentang hukum, politik dan juga dinamika pembangunan yang sedang terjadi saat ini. Yang menarik tiba-tiba obrolan tertuju pada sesuatu tentang doa. Seorang kawan menyatakan bahwa apabila kita berdoa maka pastilah doa kita akan dikabulkan sebagaimana dalam firman Allah: “Dan Tuhanmu berfirman: Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina, (Qur’an Surat Al-Mu’min: 60:).

Obrolan semakin seru, sehingga semua keruwetan data-data disertasi untuk sementara sudah terlupakan, dan fokus perhatian teralih pada diskusi. Selanjutnya seorang teman lainnya menyatakan bahwa apabila seseorang meninggal dunia, maka doa yang disampaikan untuknya sudah tidak akan sampai. Yang akan tersalur terus pahalanya adalah Ilmu yang bermanfaat diajarkan kepada orang lain dan terus digunakannya sebagai kebaikan; harta yang ditinggalkan termanfaatkan untuk kemaslahatan umat; serta doa dari anak yang sholeh/sholeha kepada kedua orang tuanya tersebut. Jadi hubungan jasad dan doa dari manusia sudah tidak berlaku lagi, karena yang bersangkutan telah meninggal dunia atau berada di alam lain.

Diskusi semakin seru karena telah menyinggung kebiasaan atau faham-faham organisasi keIslaman yang ada di Indonesia. Akibatnya, ada yang emosi dan tersinggung sehingga meninggalkan ruang diskusi, ada yang menyatakan bahwa pola pikir yang disampaikan adalah pola pikir kaum yang tidak beragama atau kebiasaan yang tidak dilaksanakan oleh Rasullullah SAW, ada yang menyatakan pula bahwa pola pikir yang terjadi adalah pola pikir orang yang mau mendulang dosa, belajar agama hanya turun temurun, dll. Masing-masing mempertahankan argumentasinya, yang sesungguhnya kedalaman kajiannya termasuk tidak dalam dan hanya berlandaskan pemikiran sepihak.

Ketertarikan terjadi ketika sebuah peristiwa disampaikan dalam diskusi tersebut berupa kejadian bahwa Rasullullah SAW saat melewati pekuburan, Beliau menyampaikan salam untuk pekuburan tersebut dengan lafaz “Assalamu Alaikum Yaa Ahlil Kubur” (semoga keselamatan atas kamu sekalian wahai penghuni kubur). Artinya mengapa Beliau menyampaikan salam sebagai doa kepada para penghuni yang sedang berada dalam kubur tersebut? Bukankah para penghuni itu telah wajib membalasnya dengan bahasanya sendiri yang bermakna terjalin sebuah ikatan yang saling mendoakan antara orang yang ada di alam dunia dan di alam kubur? Ini tidak difahami secara jasadiah oleh para manusia biasa, namun Rasulullah mengetahuinya sehingga Beliau melakukannya.

Kawan yang menganut faham tertentu menyatakan bahwa, pokoknya jika sudah meninggal maka putuslah hubungannya dengan manusia, apalagi harus menyampaikan doa kepada orang yang sudah meninggal. Namun, mengapa Rasullullah SAW menyampaikan salamnya, dan bahkan ini menjadi sebuah hal yang penting apabila melewati pekuburan sebaiknya memberikan salam yang lafaznya sesuai dengan yang telah disampaikan sebelumnya. Sepertinya ada sesuatu yang tidak nyambung sehingga ada hal ngotot-ngototan, ada terkesan gengsi-gensian terhadap hal ini.

Apakah ada keterkaitannya dengan prosesi tahlillan yang dilaksanakan di daerah-daerah? Untuk mencegah agar orang yang berduka tidak akan terbebani dengan pelaksanaan tahlillan yang tentunya akan memberi makan kepada para peserta tahlillan sekaligus memberikan sedekahan kepada pemandu tahlillan sehingga merupakan pembebanan pada keluarga yang berduka. Inilah yang dianggap sebagai penghalang pelaksanaan penyampaian doa, karena telah menyusahkan orang yang berduka tersebut. Sangatlah disayangkan apabila hanya ini yang menjadi alasannya, maka kenapa tidak diaktifkan lagi tradisi “saling mengasihi” ketika ada yang berduka, yakni dibawakan bahan makanan atau makanan dari rumah untuk dimasak dan dimakan bersama-sama dengan orang yang berduka (saat ini sudah dalam bentuk amplop tetapi banyak tidak terlaksana secara individual). Ini menjadi hal penting terhadap pencegahan terjadinya pembebanan pada orang yang berduka. Tetapi tradisi untuk saling menghibur keluarga yang berduka tetap dijalankan terus seraya memanjatkan doa-doa agar almarhum/almarhumah dapat diterima segala amal baiknya dan diampuni dosa-dosanya.

Sangatlah disayangkan cara fikir kawan penulis yang telah dilekatkan dengan faham organisasi tertentu sehingga sulit untuk memberikan argumentasi ilmiah ataupun pemikiran pencerahan. Jawabannya hanya satu yakni, bahwa doa orang didunia tidak akan sampai pada orang yang sudah meninggal karena semuanya sudah putus kecuali tiga hal yang telah dijelaskan sebelumnya.

Ketegangan diskusi semakin memuncak sehingga kawan penulis tersebut menginginkan sebuah rasionalitas terhadap doa untuk orang-orang yang telah meninggal. Akhirnya ketegangan sudah tidak bisa dibendung sehingga dipaksa untuk merasionalkan pemikiran yang terjadi. Alhamdulillah, Allah SWT memberikan hal yang baru tanpa disadari sebelumnya tentang rasionalitas doa yang dimaksudkan oleh kawan penulis.

Begini saja kawanku, tidak jauh dari asrama tempat tinggal kita ini ada sebuah Kantor Pos. Penulis akan ke sana dan akan membeli selembar materai. Kawan penulis kaget dan bertanya, untuk apa materai tersebut? Penulis katakan, apabila memang benar-benar tidak percaya dengan doa yang ditujukan untuk orang yang sudah meninggal, maka sebaiknya buatlah “surat wasiat”. Kawan penulis merasa kaget, maksudnya surat wasiat apa…? Tadi dikatakan bahwa doa yang ditujukan kepada orang yang sudah meninggal itu tidak akan sampai karena semua hubungan secara lahiriah dan batiniah sudah selesai atau sudah tidak ada lagi. Jadi… tanya kawan penulis…? Begini, anda buatkan saja surat wasiat dengan isinya mencantumkan identitas anda seperti nama, umur, alamat, pekerjaan, dll. Adapun isi surat wasiat itu adalah “apabila saya meninggal nanti, jangan disholat jenazahkan”! Sejenak kawan penulis kaget dengan isi surat wasiat yang disampaikan dan seketika dia menjadi pucat ketakutan dan diam dengan seribu bahasa. Bagaimana, jika setuju penulis akan ke kantor pos sekarang dan membelikan selembar materai sebagai bukti kuat untuk membuat pernyataan dalam surat wasiat yang ditandatangani diatas materai.

Diketahui dalam pelaksanaan sholat jenazah, yang mensholatkannya apakah semuanya adalah anak-anaknya terutama anak sholenya? (bagaimana yang tidak punya anak termasuk yang tidak menikah?); selanjutnya apakah semua adalah keluarganya? Tentunya tidak, karena pada saat pelaksanaan sholat jenazah, tidak sedikit yang mensholatkan adalah bukan keluarganya atau bahkan tidak saling kenal antara yang meninggal dengan yang mensholatkan.

Bukankah dalam melaksanakan sholat jenazah terhimpun doa-doa yang ditujukan untuk sang mayat atau orang yang sudah meninggal yang diawali dengan sholawat atau doa kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya yang semuanya juga telah meninggal dunia? Itu pada takbir kedua sholat jenazah. Sementara untuk takbir ketiga dan keempat doa yang disampaikan adalah khusus untuk sang jenazah tersebut yakni (mungkin ada versi doa yang lainnya):

Doa, takbir ketiga sholat jenazah yang artinya:

Ya Allah, ampunilah dia, rahmatilah dia, maafkanlah dia, ampunilah kesalahannya, muliakanlah kematiannya, lapangkanlah kuburannya, cucilah kesalahannya dengan air, es dan embun sebagaimana mencuci pakaian putih dari kotoran, gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik, gantilah keluarganya dengan keluarga yang lebih baik, hindarkanlah dari fitnah kubur dan siksa neraka.

Doa takbir keempat sholat jenazah:

Ya Allah, janganlah Engkau haramkan Kami dari pahalanya, dan janganlah Engkau beri fitnah pada kami setelah kematiannya.

Jika memang benar-benar tidak percaya dengan doa yang ditujukan kepada orang yang meninggal akan sampai padanya, maka akan lebih bijak untuk membuat saja selembar surat wasiat seperti yang dimaksud, dan ditandatanganinya di atas materai? Sementara yang dikhawatirkan pada saat penghiburan keluarga yang ditimpa bencana atau duka cita adalah pembebanan finansial pada keluarga yang berduka seperti yang terlihat ketika diselenggarakannya tahlillan, maka makna dari tradisi adalah segera memberikan bantuan kepada yang berduka. Dapat juga membawa makanan dari rumah masing-masing kemudian dimakan bersama-sama dengan tuan rumah yang berduka (dapat juga membawa bahan-bahan makanan atau bentuk finansial lainnya) sambil membacakan doa-doa yang ditujukan kepada orang yang telah meninggal. Semoga pengalaman singkat ini dapat menjadi pertimbangan hijrahnya perilaku seseorang dan meminimalisir hal-hal yang tidak saling mengindahkan, karena agama itu rasional yang mengedepankan keilmiahan baik yang sifatnya individual maupun kemasyarakatan termasuk dalam permohonan doa oleh umatnya kepada Allah SWT. Ayoo! Berbuat baik untuk Indonesia! Bersama kita berkarya sebagai ibadah, Aamiin!

Tulisan ini telah terbit dalam media lainnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

eleven − 4 =

scroll to top
Bahasa »