Kota Gorontalo, Dinkesprov – Pemerintah berkomitmen dalam penanggulangan TBC dibuktikan dengan terbitnya Perpres No.67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis yang mengamanatkan untuk menggalang dukungan segenap jajaran lintas sektor dan semua lapisan masyarakat dalam mendukung penanggulangan TBC, menerapkan stranas 2020-2024 dan mencapai eliminasi TBC tahun 2030.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, Yana Yanti Suleman, saat membuka Monev Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) dan Transportasi Spesimen secara daring, Rabu (28/09/2022), di Grand Q Hotel Kota Gorontalo, ada 3 (tiga) arahan presiden dalam percepatan penanggulangan TBC.
“Pertama pelacakan secara agresif kemudian layanan diagnostik maupun pengobatan TBC harus terus tetap berlangsung dan yang ketiga adalah upaya pencegahan dengan melibatkan lintas sektor,” kata Yana.
Kemenkes juga, kata Yana telah menindaklanjuti arahan presiden terkait dengan pelacakan dan diagnosis yang telah tertuang di dalam Surat Edaran Nomor HK. 02.02/III.I/932/2021 dimana pada poin pertama menyebutkan bahwa Tes Cepat Molekuler (TCM) adalah alat diagnosis utama yang digunakan untuk penegakan diagnosis TBC.
“Di Provinsi Gorontalo terdapat 15 (lima belas) TCM, dan saat ini telah mengusulkan 6 (enam) alat TCM,” ucap Yana.
Selain itu, Yana mengungkapkan trend utilisasi TCM di Provinsi Gorontalo cenderung fluktuatif selama 3 tahun terakhir. Dimana tingkat utilisasi TCM TBC di Gorontalo Januari-April 2022 masih 27%.
“Tantangan yang dihadapi saat ini adalah penemuan kasus TBC masih rendah, transport spesimen yang belum optimal, fasyankes dengan utilisasi TCM masih rendah, cartridge yang berisiko kadaluarsa dan pemeriksaan yang tidak tercatat di SITB,” ungkap Yana.
Tantangan tersebut membutuhkan perhatian semua pihak terkait untuk melakukan berbagai upaya yang dapat memberikan dampak pada penanganan TBC secara optimal sehingga mencapai eliminasi 2030.
Yana menekankan pentingnya penguatan dan monitoring evaluasi mekanisme pengiriman spesimen baik dalam kabupaten maupun ke kabupaten dan provinsi yang lain serta perlu dilakukan analisis jejaring, pencatatan pelaporan dan usulan relokasi apabila fasyankes tersebut tidak menunjukan perbaikan.
Peran Dinkes Kabupaten dan Kota memonitor fasyankes yang tidak melapor dengan menganalisis data (cek kecocokan data di SITB dan laporan manual) dan membuat umpan balik ke fasyankes.
“Selain pelacakan dan diagnosis kasus yang menjadi arahan presiden, upaya pencegahan lintas sektor menjadi hal yang penting,” pungkasnya.
Rilis : MD
Editor : Nancy Pembengo