Perempuan yang berdaya dan membuat Indonesia maju adalah mereka yang melakukan perannya sebagai insan dalam memberikan kebutuhan untuk diri sendiri dan keturunannya, antara lain makanan halal (muslim) dan makanan yang baik sebagai manivestasi bahwa manusia diciptakan dari saripati dari tanah kemudian menjadi sel mani dan sel telur sebagai substansi eksistensi manusia di dunia.
Selamat Hari Ibu Ke-93. Ibu… maafkan khilaf dan salah kami!
Teori Dasar
Al-Qur’an Surat Al-Mu’minun ayat 12-14 yang artinya “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah; Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim); Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain.
Ayat ini memberikan makna tak terhingga buat kita umat manusia bahwa bagaimana kesadaran mengkonsumsi makanan yang halal dan baik sebagai sumber saripati yang menjadi substansi eksistensi manusia diciptakan dan juga untuk kelangsungan kehidupan berdasarkan fase-fase dalam kandungan dan di dunia. Bukankah ini adalah penting dilakoni oleh siapa saja namun lebih tepat diperankan oleh perempuan atau ibu?
Makna saripati dalam ayat sebelumnya adalah makanan yang halal (muslim) dan baik. Dikatakan halal tidak lain adalah bahan pangan yang digunakan adalah halal yakni proses memproduksi, persiapan bahan makanan, proses pemasakan dan penghidangannya. Sementara makanan yang baik itu dapat meliputi alami, beragam, bergizi, berimbang, aman dan menyehatkan.
Perempuan Berdaya
Berdaya artinya berkekuatan; berkemampuan; bertenaga; kemampuan melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak untuk mengatasi masalah (KBBI). Tentunya ibu adalah seorang perempuan yang paling hebat di alam ini dan selalu diperhadapkan pada masalah dan selalu memperoleh solusi penyelesaiannya. Namun untuk perempuan berdaya maka yang selalu menjadi dasarnya adalah ilmu pengetahuan dan pengalaman antara lain tentang saripati dari tanah dimaksud yang sejauh mana difahami?
Perempuan berdaya ditopang oleh berbagai faktor diantaranya faktor internal keluarga dan eksternal. Dalam keluarga apakah perempuan ini masih memperoleh transfer ilmu dari nenek atau ibunya tentang makanan? Karena zaman sebelum tahun 1990-an para wanita di desa atau sebagian perkotaan telah dibelajarkan dengan proses pengolahan makanan yang diawali bagaimana cara mencuci piranti makan dengan sebaik-baiknya agar bersih dan tidak pecah. Selanjutnya pada saat perempuan ini beranjak ke bangku sekolah, mulailah diajarkan dengan mengenal bahan makanan, mempersiapkan pengolahan makanan seperti mencuci bahan makanan, memotong-motong, mengiris-iris, menumbuk, dll. Sampai tiba pada masa aqil baliq perempuan tersebut sudah dapat memasak, bahkan sampai menghidangkannya. Di daerah tertentu perempuan diajar juga cara membuat tempat makan dari dedaunan seperti daun kelapa, daun pisang, daun jagung, dll. Pokonya, sang perempuan ini diajarkan tentang bagaimana makanan yang halal dan baik diproduksi, didistribusikan pada saudaranya dan dikonsumsi.
Sementara di luar keluarga apakah seorang perempuan telah memperoleh pengaruh-pengaruh tentang makanan yang harus dikonsumsi ataukah malah bertindak praktis dan mengkonsumsi makanan instan?
Mempertahankan Pangan Organik?
Berikut ini, kisah diskusi keberanian tentang bagaimana mempertahankan pangan organik di suatu daerah. Ini terjadi pada 15 tahun yang lampau.
Penulis pernah melaksanakan penjelajahan ke Desa di Ujung Timur Gorontalo yang berbatasan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow Sulawesi Utara dengan tujuan untuk pembinaan anggota Pramuka dan pelayanan kesehatan. Pinogu nama desa tersebut terletak di Kecamatan Suwawa Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo. Luas datarannya ±361,4 km2, jumlah penduduk saat itu baru sekitar 1600-an jiwa. Suhu alam yang dingin menyejukkan yang suasananya seperti di sekitar daerah menuju Puncak Bogor Jawa Barat. Alamnya ditumbuhi dengan berbagai macam tanaman organik seperti padi, jagung, umbi-umbian, buah-buahan, sayuran, kelapa, bahkan ikan yang mereka konsumsi semuanya organik yang bersumber dari air sungai seperti belut, ikan kakap sungai, udang, kepiting, ikan kecil-kecil, ikan mujair, ikan nilem, dsb.
Perjalanan menuju desa Pinogu saat itu hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki. dengan waktu tempuhnya sekitar 12-13 jam untuk penduduk asli. Perjalanan ditempuh sekitar 15 jam dengan pesertanya memang terlatih dan biasa melaksanakan penjelajahan. Bila yang ikut menjelajah pesertanya banyak dan kurang berpengalaman, maka waktu tempuh bisa lebih dari 20 jam (star berjalan jam 05.30 pagi sampai besoknya jam 03.00).
Di Pinogu, penulis sempat mengumpul para pemuda dan sebagian masyarakat untuk berdiskusi, namun diskusi ini penulis katakan sebagai diskusi yang sangat berani. Diskusi tentang perkembangan desa Pinogu yang dihadiri para pemuda dan masyarakat termasuk Kepala Desa saat itu. Dari sekian banyak pemikiran mereka ada hal yang menarik dan menjadi fokus yang dimohonkan yakni harapan untuk memperoleh akses jalan. Diskusi tersebut cukup alot dan penulis menyampaikan beberapa gambaran tentang pengalaman di negeri orang yang pernah dijalani lebih dari 14 tahun lamanya.
“Buat apa harus ada jalan kendaraan dari Suwawa (pusat kecamatan) ke Pinogu” demikian disampaikan penulis. Dengan repleks yang menunjukkan bahwa tekanan darah mereka peserta pertemuan naik, adalah terucapkannya beberapa pernyataan yakni “kalau begitu anda tidak peduli kepada kami di sini yang terpencil; Kalau begitu hanya kalian yang bisa menikmati pembangunan?; Kalau begitu kami dibiarkan terus seperti ini; Bagaiman hasil pertanian kami untuk dijual?; Kalau begitu kami dibiarkan merasakan mahalnya bahan bangunan; dibiarkan kami sulit menikmati pendidikan;? dsb.
Kemudian penulis menyampaikan naturalis suku-suku lainnya di Indonesia seperti suku Badui yang ada di Banten dan Suku Anak Dalam yang ada di Jambi. Mereka masih memegang teguh kearifan lokalnya, sampai-sampai akses untuk mencapai daerahnya sangat sulit untuk di tempuh dengan jalan kaki. Artinya, suku-suku ini masih tetap mempertahankan adat mereka yang dianggap sebagai bentuk mencapai kemaslahatan. Bukankah melestarikan konsumsi makanan organik adalah sangat baik dan menyehatkan dalam kehidupan ini? Bukankah keaslian kehidupan ini merupakan daya tarik keunikan yang tak henti-hentinya menjadi subyek penasaran dan melahirkan keingintahuan sehingga mendatangkan wisatawan?
Pinogu, berada di kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone yang dikenal sebagai hutan lindung. Dijelaskan pula bahwa sangat diyakini bila sudah ada akses jalan dengan baik maka beberapa pertanyaan dibutuhkan jawabannya: Apakah bisa dijamin bahwa ketika akses jalan sudah baik, hutan di sini tidak akan rusak artinya siapa yang akan mengawasi? Kalau taman nasional rusak, sama saja memberikan bencana paten di Gorontalo? Dengan satu unit kendaraan roda tiga bila sudah lalu lalang maka dapat mengangkut kayu minimal satu kubik, bila ini terjadi siapakah yang akan mengaturnya? Demikian juga dengan penambangan yang terjadi, yang tentunya dapat menyebabkan bencana alam? Dan tidak kalah pentingnya adalah Lumbung makanan organik akan terganggu sebagai harapan daerah dan bangsa ke depan nanti? dsb.
Di Pinogu ada lumbung pangan organik seperti beras, jagung, singkong, ubi jalar, ubi kayu, sagu, buah-buahan diantaranya durian, alvokad, pepaya, kopi, ternak, dll. Inilah tempat yang penting dilestarikan kealamiannya dan dipertahankan keunikannya. Keunikan itu antara lain kalau akan ke Pinogu harus ditempuh dengan perjuangan yang tinggi berupa jalan kaki atau bahkan harus ada transportasi udara sepert pesawat atau helikopter? Begitu sampai di Pinogu disuguhkan dengan makanan dan minuman yang organik, tersedia berbagai tawaran wisata, tersedia berbagai souvenir, dan lain sebagainya. Namun sayangnya, sebagian peserta diskusi memberikan komentar yang mengarah pada kesan bahwa diskusi ini adalah diskriminasi dan pengisoliran desa mereka.
Makna Cerita Pinogu Untuk Perempuan Berdaya dan Indonesia Maju
Anggapan diskiminasi, pengisoliran masyarakat Pinogu adalah tidak tepat karena harapan program pemerintah untuk desa Pinogu bisa tetap menjadi daerah lumbung pangan organik haruslah dipertahankan. Sementara upaya-upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat difasilitasi melalui pembelajaran. Ini juga membuat kaum perempuan menjadi berdaya dengan kemampuan lokalnya, yang hari ini terlihat bahwa konsumsi makan untuk dirinya sendiri dan anak keturunannya menjadi hal yang tidak penting, akibatnya konsumsi hanya berasal dari makanan-makanan instan dan tentunya bisa saja berdampak negatif pada pembentukan sel mani dan sel telur yang dapat menjadi penyebab berbagai kelainan dan penyakit (perlu penelitian).
Kecenderungan peningkatan kasus kelainan kongenital, retardasi mental, kelainan anatomi, gangguan sistem metabolisme, termasuk stunting dengan penyumbang utamanya bersumber dari konsumsi makanan-makanan instan dimaksud. Termasuk pula penyebab berbagai penyakit degeneratif tidak lain adalah terkait dengan apa yang dikonsumsi oleh diri dan keturunannya. Sebut saja berbagai penyakit yang meningkat prevalensinya saat ini seperti penyakit jantung, diabetes mellitus, hipertensi, tingginya kholesterol, infeksi organ hati, batu ginjal, penyakit ginjal akut, penyakit ginjal kronis sampai pada tahap cuci darah dan penyakti lainnya.
Perempuan berdaya tentunya diawali dari pengetahuan dan pengalaman mereka pada berbagai hal terutama tentang pemberian makanan dan minuman yang menjadi pondasi kehidupan diri dan keturunannya. Semuanya ini dibutuhkan peran stakeholders (lini yang berkepentingan) dalam ketersediaan, distribusi dan pengolahan makanan dan bagaimana peran produsen, peran konsumen, peran pengusaha, peran masyarakat secara umum; bagaimana bukan sebagai obyek yang ketergantungan pada import, dsb. Keterlibatan semua stakeholders terutama keluarga atau suami akan menghasilkan perempuan berdaya dan Indonesia maju sehingga bagaimana pemerintah selaku pembuat dan pemilik regulasi dapat menerapkannya pada semua lini kehidupan; bagaimana para perempuan terbekali dengan pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan memiliki ketersediaan pangan organik untuk dikonsumsinya, diberikan kepada anak-anaknya sebagai jaminan membentuk sel mani dan sel telur pada keturunannya; Namun bila perempuan memberikan makanan instan pada diri dan keturunannya, maka sel mani dan sel telur keturunannya nanti adalah hanya berasal dari sari-sari instan, sehingga kehidupan generasi selanjutnya adalah hanya berkualitas instan? Semoga tulisan ini bermanfaat. Bersama berkarya sebagai ibadah, Aamiin.