Makanan, Gadis, Ibu dan Covid-19

IMG-20201222-WA0014.jpg

Oleh: Dr. Arifasno Napu, SSiT, MKes*

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (AL-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 233).

Selamat Hari Ibu ke-92, 22 Desember 2020

Ibu saya tingginya hanya 143 cm dan punya sembilan orang anak, nenek saya lebih dari sembilan orang anaknya, dan bahkan ada ibu-ibu punya lebih dari sepuluh orang anak. Zaman dulu semuanya melahirkan normal, namun untuk para istri pembesar ada juga yang dioperasi. Bukankah ini pembelajaran tentang kehamilan, kesehatan ibu, dan Kesehatan anak, dan lainnya? Namun sekarang baru anak ketiga atau keempat sudah diadvis bahwa ibu beresiko tinggi bahkan pada akhirnya harus dioperasi untuk kelahiran anaknya?
Sebaiknya ada perbandingan bahwa ketika dulu banyak anak masalahnya dipandang kecil, namun sekarang jadi masalah besar. Dulu pendapatan memang terbatas tetapi orang tua mempunyai lahan yang luas sehingga berani mempunyai anak yang banyak bahkan tidak sedikit seorang suami bisa beristrikan lebih dari empat. Tetapi yang menarik adalah seberapa banyak anak mereka tetap saja diberikan ASI (Air Susu Ibu), bahkan saking banyaknya anak dengan jarak lahir yang dekat, maka ada anaknya yang disusukan kepada ibu yang lain. Akibatnya bahwa dulu banyak orang yang bersaudara sepersusuan, sementara sekarang langsung saja diberikan alternatif susu formula.
Dalam Teori Religi sebelumnya (Surat Alba-qarah ayat 233) memberikan tanggung jawab yang sangat jelas dan tegas kepada peran seorang ibu dan bapak tentang begitu pentingnya ASI yang harus diberikan sampai anaknya umur 2 tahun. Dan bahkan jika ibu bermasalah dengan ASI harus menyusukan kepada ibu lainnya dengan konsekuensi pemberian biaya atau kebutuhan kepada sang ibu yang menyusukan. Ayat ini dengan jelas pula memberikan solusi kehidupan rumah tangga bahwa dalam pemeliharaan anak peran ibu sangat dominan sementara untuk kebutuhan makanan dan pakaian serta lainnya adalah peran ayah. Akibatnya, terjadinya penghematan biaya pengeluaran keluarga dan terbentuknya sistem sosial kehidupan yang madani serta diperolehnya dampak ASI untuk pertumbuhan dan pekembangan anak (status gizi yang baik; kecerdasan keImanan, kecerdasan keIslaman dan Kecerdasan KeIhsanan).
Terlalu jauh mencari penyebab stunting dan penyakit infeksi tertentu seperti pneumonia, diare, sementara masalah ASI belum terselesaikan karena cakupan ASI Eksklusif di suatu wilayah ada yang hanya sekitar 10-20%; Terlalu ribet mencari kaitan-kaitan penyebab stunting atau gizi buruk apabila status gizi seorang ibu sejak usia remaja, atau usia subur mengalami masalah; Terlalu beralasan jika anak yang obesitas sebagai pencetus berbagai penyakit tidak menular pada dewasa nanti apabila pada masa bayi tidak diberikan ASI, hanya diberikan susu formula atau bahkan karena telah mengalami stunting atau gizi buruk; terlalu terbatas jika masalah pengetahuan makanan yang rendah hanya secara rutin diatasi melalui penyuluhan pada orang dewasa, sementara pembelajaran perilaku konsumsi makan yang sesuai tidak diajarkan secara berkesinambungan sejak anak usia dini, SD, SMP, SLTA atau bahkan di perguruan tinggi;
Benar, bahwa kejadian dulu tidak serumit hari ini apalagi di masa pendemi Covid-19. Sedang terjadi ketersediaan lapangan kerja, pemutusan hubungan kerja (PHK) di mana-mana dengan pengalihan lapangan kerja yang sangat terbatas. Berakibat pasti pada pendapatan menjadi rendah dan tentunya akan mempengaruhi daya beli masyarakat. Tetapi syukur masih ada bantuan tunai dari pemerintah tetapi bantuan ini sampai kapan bisa terlaksana, sementara beban hutang negara semakin tidak sedikit? Keadaan bisa menjadi rumit yang tentunya berpengaruh pada status gizi masyarakat saat sekarang dan di masa generasi selanjutnya.
Dengan fakumnya institusi pendidikan terutama belajar mengajar di sekolah, tentunya telah membuat kejenuhan bahkan kestresan. Tetapi langkah-langkah untuk masa depan perlu disiapkan, misalnya saja bagaimana memberdayakan para anak gadis agar membantu orang tuanya untuk proses-proses pengolahan makanan termasuk makanan tradisional.
Bila para anak terutama gadis tidak dibelajarkan mengolah makanan dengan bahan yang alami, halal (bagi Umat Islam), beragam, bergizi, berimbang, aman dan sehat tentunya akan dapat memperparah keadaan hari ini dan masa depan. Kita telah diperhadapkan pada situasi terbatasnya pendapatan masyarakat? dengan keterbatasan dibutuhkan kreatifitas dari masyarakat untuk mengatasinya. Terlebih fakta yang ada bahwa semakin muda usia, semakin rendah pula pengetahuan masyarakat tentang makanan terutama makanan tradisional (Napu, 2013).
Para ibu-ibu juga apabila tidak mengajarkan anaknya cara pengolahan makanan yang baik dan benar dengan kriteria bahan yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat berdampak pada ketergantungan mereka pada makanan instan yang kualitasnya sangat terbatas, tentunya terkait dengan kemampuan daya beli. Bila mengkonsumsi makanan dan minuman yang instan akan berpengaruh pada kondisi setiap insan, berpengaruh pada pembentukan sel sperma pada laki-laki dan sel telur pada wanita. Kondisi tubuh yang tidak baik berpengaruh pula pada saat orang tersebut sudah nikah, melahirkan, menyusukan sampai pada anak ini dewasa.
Pandemi Covid-19 tentunya berdampak pula untuk daya tahan tubuh seseorang. Inilah dibutuhkan adanya prngolahan bahan makanan yang profesional sehingga dikonsumsi menjadi makanan berkualitas di rumah tangga dan bisa meningkatkan kekebalan tubuh manusia. Sejatinya ibu-ibu sebagai orang tua penting untuk: mempelajari dan memahami dari sumber-sumber yang jelas tentang makanan untuk kesehatan dirinya, anak-anaknya sampai makanan untuk masa depan keturunannya; membelajarkan anak-anaknya cara pengolahan bahan makanan yang alami, halal (bagi Umat Islam), beragam, bergizi, berimbang, aman dan sehat kepada anak-anaknya agar ke depan mereka memahami tentang makanan untuk dirinya sendiri, dan untuk menjamin kemaslahatan keturunannya; pembelajaran dan praktik ini penting kehadiran negara dalam menyikapi dan membadaninya melalui sistem pembelajaran secara formal, non formal dan informal, sehingga kewajiban mengkonsumsi makanan yang sesuai bisa berjalan dengan baik dan berkelanjutan.
Jika ibu-ibu, generasi saat ini terutama anak gadis tidak memahami tentang bahan makanan, pengolahannya, penyajiannya sampai pada proses konsumsinya maka terjadilah ketergantungan pada makanan instan yang dapat mengancam keadaan sosial, ekonomi dan bahkan kesehatan masyarakat? Jika ketergantungan terjadi secara penuh pada makanan instan maka tidaklah menyesal generasi kedepannya nanti adalah sebuah maha karya hasil pembuahan sel sperma dan sel telur dari sari-sari instan dalam Pandemi Covid-19. Semoga tulisan ini bermanfaat. Ayoo!!! Bersama berani berbuat baik untuk diri sendiri, keluarga, daerah, untuk Indonesia, untuk dunia.

*Pemerhati Gizi, Kesehatan dan Sosial. Mengajar Ilmu Gizi, Kesehatan, Olahraga, Budaya di Perguruan Tinggi, Anggota Pengurus ISNA (Indonesia Sport Nutritionist Association), Ketua Pergizi Pangan Indonesia Gorontalo, Wakil Ketua Kwarda Gorontalo, ASN BPBD Prov Gtlo.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

fifteen − 4 =

scroll to top
Bahasa »