Evaluasi Program Pencegahan dan Pengedalian Malaria Bagi Kabupaten-Kota
Dinkesgorontaloprov – Sebagai daerah yang masih beresiko terhadap penyakit malaria. Provinsi Gorontalo terus berupaya untuk menekan agar angka penderita malaria tidak bertambah di tahun 2019. Bahkan Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo menargetkan di tahun 2023, Gorontalo bebas malaria. Untuk mewujudkan kondisi tersebut, Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo mengadakan evaluasi Program Pencegahan dan Pengedalian Malaria Bagi Kabupaten-Kota se Provinsi Gorontalo di Hotel Damhil, Kota Gorontalo, Rabu-Jumat (21-23/11).
Dari data Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, di tahun 2017 tercatat masih terjadi kasus malaria di 5 kabupaten. Yaitu Kabupaten Gorontalo (Desa Kayu Merah, Yosonegoro, Deadaa, Ombulo, Owalanga, Molas, Liyoto, Tohupo dan Bululi), Kabupaten Boalemo (Desa Jatimulya, Dulupi dan Saritani), Kabupaten Pohuwato (Desa Hulawa, Hutamoputi, Padengo, Karangetang, Motolahu, Sidorukun, Panca Karsa 2, Makarti Jaya dan UPT Marisa VI), Kabupaten Bone Bolango (Desa Olohuta, Pelita Jaya dan Kaidundu) serta kabupaten Gorontalo Utara (kasus import di Desa Tanjung Karang, Ilangata, dan Dulukapa). Dengan jumlah kasus mencapai 44 orang. Sementara di tahun 2018 jumlah penderita meningkat sebesar 58 kasus dan sempat membuat kejadian luar biasa (KLB) malaria Kabupaten Boalemo, khususnya di Desa Botumoito dan Tapadaa.
Menurut Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo dr. Irma Cahyani Ranti sebagai daerah yang masih punya desa endemis malaria. Maka kondisi tersebut akan menggangu kesehatan masyarakat. Baik untuk ibu hamil, bayi dan balita yang berpeluang besar terkena penyakit tersebut. “Dahulu penyemprotan rumah untuk membasmi nyamuk menular malaria merupakan upaya andalan. Sekarang sudah beralih kepada distribusi kelambu massal sebagai andalan, disamping pengendalian vektor lainnya. Upaya ini merupakan bukti kesungguhan kami dalam membebaskan masyarakat dari penyakit malaria, agar derajat kesehatan masyarakat dapat meningkat,”ucap dr. Irma.
Dikatakan dr. Irma Cahyani bahwa masalah malaria sangat kompleks. Ini dikatikan dengan berbagai aspek seperti parasit, aspek nyamuk penular yang dikenal dengan nyamuk Anopheles dan aspek lingkungan yang mempengaruhi jumlah nyamuk penular serta perilkau manusia yang memungkinkan untuk digigit nyamuk. Saat ini teknologi untuk mengatasi aspek-aspeks tersebut sudah dikuasai. Tinggal bagaimana petugas kesehatan di kabupaten/Kota termaksud provinsi mampu berupaya untuk mengemilinasi malaria di Gorontalo secara bertahap. “Untuk menjadikan Provinsi Gorontalo bebas malaria di tahun 2023. Maka dibutuhkan semua peran lintas sektor. Diantaranya mari kita melakukan surveilans aktif malaria, tingkatkan kualitas penataklaksanaan kasus malaria, lakukan penyelidikan setiap ditemukan kasus malaria untuk mematikan bahwa kasus tersebut import, indigeneous atau relaps/kambuh. Kemudian kita manfaatkan teknologi pemberantasan malaria yang sudah kita kuasai dan obat-obatan serta peralatan yang kita optimalkan. Karena keberhasilan eliminasi malaria merupakan tanggung jawab kita bersama,” tandas Irma.