Kota Gorontalo, Dinkesprov – Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) telah menerbitkan edaran terkait Kewaspadaan terhadap penyakit Monkeypox di negara non endemis.
Dikutip dari Laman sehatnegeriku.kemkes.go.id Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS mengatakan penyakit ini dapat bersifat ringan dengan gejala yang berlangsung 2 – 4 minggu, namun bisa berkembang menjadi berat dan bahkan kematian (tingkat kematian 3 – 6 %).
“Penularan kepada manusia terjadi melalui kontak langsung dengan orang ataupun hewan yang terinfeksi, atau melalui benda yang terkontaminasi oleh virus tersebut,” katanya di Jakarta.
Sejak tanggal 13 Mei 2022, WHO telah menerima laporan kasus-kasus monkeypox yang berasal dari negara non endemis, dan saat ini telah meluas ke 3 regional WHO yaitu regional Eropa, Amerika dan Western Pacific. Negara non endemis yang telah melaporkan kasus berdasarkan laporan WHO per tanggal 21 Mei 2022 meliputi Australia, Belgia, Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Belanda, Portugal, Spanyol, Swedia, Inggris dan Amerika.
Sejumlah negara endemis monkeypox antara lain Benin, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Gabon, Ghana (hanya diidentifikasi pada hewan), Pantai Gading, Liberia, Nigeria, Republik Kongo, dan Sierra Leone. Di luar negara itu menjadi negara non endemis.
“Penyelidikan terus dilakukan untuk mengetahui pola penularan di negara-negara non endemis monkeypox,” ucap Dirjen Maxi.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, dr. Yana Yanti Suleman, SH., mengatakan telah menerima edaran kewaspadaan terkait penyakit Monkeypox atau cacar monyet.
“Pada dasarnya jajaran Dinas Kesehatan mulai dari tingkat provinsi, Kabupaten/Kota, Rumah Sakit hingga Puskesmas telah meningkatkan kewaspadaan ditengah Pandemi Covid-19 dan Hepatitis Akut”, kata dr. Yana.
Selain itu, pihaknya mengimbau Puskesmas meningkatkan deteksi dini melalui Sistem Kewaspadaan Dini Respon (SKDR).
“Beberapa waktu yang lalu dari Kemenkes, U.S. Centers for Disease Control (CDC) dan Persatuan Ahli Epidemiologi Indonesia telah melaksanakan peningkatan kapasitas District Epidemiologi Surveillance Team (DEST) sehingga deteksi dini penyakit-penyakit menular potensial KLB dapat dilakukan untuk pencegahan dan penanganan lebih cepat”, pungkasnya.
Rilis : MD/ILB
Editor : Nancy Pembengo