Kota Gorontalo, Dinkesprov – Dalam rangka upaya perbaikan gizi masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat serta meningkatkan akses dan mutu penilaian gizi, Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo melalui Seksi Kesehatan Keluarga, Pengendalian Penduduk, KB dan Gizi menyelenggarakan kegiatan Pertemuan Analisis dan Pemanfaatan Data Surveilans Gizi tahun 2020 tanggal 13 s/d 22 Juli di Hotel New Rahmat dengan menghadirkan peserta yang berasal dari 3 (tiga) Kabupaten yaitu Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Gorontalo Utara dengan mengedepankan Protokol Kesehatan. Peserta tidak dihadirkan secara bersamaan melainkan dibagi tiap Kabupaten sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan oleh pihak panitia.
Metode kegiatan adalah ceramah, praktek entry dan analisis data serta diskusi. Kegiatan ini juga bertujuan agar peserta mampu mengkoordinir pelaksanaan kegiatan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan, peserta mampu mengoperasionalkan aplikasi Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPBGM), peserta melakukan analisis situasi gizi berdasarkan hasil surveilans gizi dan peserta dapat menyusun rencana intervensi gizi bersama lintas sektor.
Hasil Pemantauan Status Gizi tahun 2015 menunjukkan bahwa 21,4% persalinan dilakukan di rumah, 9,9% masih ditolong oleh dukun, 52,0% bayi yang diberi kesempatan untuk Inisiasi Menyusu Dini (IMD), dan 52,9% bayi diberi ASI Eksklusif.
Beberapa survei kesehatan digunakan untuk mengukur stunting yang ada di Indonesia seperti Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Pemantauan Status Gizi (PSG). Seperti yang dijelaskan oleh Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Pengendalian Penduduk, dan KB, dr. Rosina Kiu, bahwa jika dilihat dari hasil Riskesdas tahun 2013 prevalensi stunting di Provinsi Gorontalo sebesar 38,8 %. Sementara berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018 prevalensi stunting di Provinsi Gorontalo turun menjadi 32,5 %. Walaupun masih diatas rata-rata nasional 28 %, prevalensi balita gizi kurang dari 19,6% menjadi 17,7%, penurunan prevalensi balita pendek (stunting) dari 37,2% menjadi 30,8%. Prevalensi balita kurus (wasting) 14,4% serta penurunan prevalensi gemuk dari 5,4%.
Hal ini juga senada dengan yang diungkapkan oleh Kepala Seksi Kesehatan Keluarga, Pengendalian Penduduk, KB dan Gizi H. Syafiin S. Napu, SKM, M.Kes., menurutnya, bahwa Gorontalo disamping terjadi penurunan stunting juga terjadi peningkatan gizi buruk dan prevalensi gemuk mulai meningkat.
“Selain itu cakupan kinerja gizi juga masih kurang seperti belum semua ibu hamil mendapat tablet tambah darah (83,74%), belum semua balita mendapat kapsul vitamin A (94,51%) dan cakupan ASI Eksklusif hanya mencapai 49%”, ungkapnya.
Syafiin menambahkan juga bahwa pengembangan sistem aplikasi e-PPGBM sejak tahun 2017 merupakan salah satu upaya penguatan pelaksanaan surveilans gizi agar dapat menghasilkan informasi status gizi balita dan ibu hamil serta capaian indikator kinerja gizi lainnya, bahkan sebagai alat deteksi dini terjadinya gagal tumbuh dan kembang pada balita.
Informasi yang dihasilkan dapat menggerakkan siklus surveilans gizi terutama untuk análisis data sistem isyarat dini sebagai dasar dalam melakukan intervensi/tindakan masalah gizi disuatu wilayah sampai kel lvel desa.
“Jumlah sasaran balita yang terentry sampai bulan desember tahun 2019 sebanyak 14.910.463 balita dari sasaran sebanyak 22.725.709 balita atau sekita 65,6%”, ujar Syafiin.
Upaya monitoring dan evaluasi pencapaian indicator kinerja utama dan indicator kinerja kegiatan gizi, telah dilakukan melalui Riskesdas yang dilaksanakan setiap 3-5 tahun. Namun untuk memenuhi kebutuhan informasi terkait situasi status gizi dan indicator kegiatan pembinaan gizi yang spesifik wilayah terutama di Kabupaten dan Kota secara cepat, akurat, tepat waktu dan berkelanjutan, dipandang perlu melaksanakan surrveilans gizi dengan menggunakan e-PPGBM dan konfirmasi masalah gizi, monev kegiatan gizi.
Rilis : Dewi Frida/Nur Ajran
Editor : Nancy Pembengo