Selamat Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW
12 Rabiul Awwal 1441 Hijriyah
Ada juga yang kurang setuju tentang penyelenggaraan prosesi peringatan kelahiran Rasullullah SAW setiap tahunnya secara tradisional. Yang menyelenggaran mempunyai dalil-dalil yang keilmiahannya tidak diragukan, sementara yang tidak mau menyelenggarakan memiliki alasannya juga. Terlepas dari semua alasan tersebut, penulis hanya mau melihat tentang hal yang penting dari pembelajaran atau pendidikan yang terjadi pada acara Maulid tersebut.
Selain pembelajaran tentang berbagai ritual dalam bentuk zikir secara umum maupun secara tradisional, tetapi penulis melihat pembelajaran yang tidak kalah pentingnya adalah tentang penyajian berbagai makanan tradisional yang mengandung nilai gizi yang adekuat untuk dikonsumsi dibandingkan dengan makanan modern yang ada saat ini. Sesungguhnya dapatlah dikatakan bahwa pada saat Maulid Nabi tersebut sebuah hal yang penting untuk dijadikan pembelajaran yaitu tentang makanan yang disajikan pada toyopo, tolangga atau dalam bentuk lainnya. Para pendahulu telah membelajarkan tentang makanan-makanan yang enak dan bergizi serta terjaga keamanannya sebagai anjuran yang diharapkan untuk dikonsumsi. Dan biasanya cukup beragam makanan yang sajikan pada acara ini. Sebut saja kolombengi, tutulu, sukade, popolulu, sabongi, panada, apangi, buah-buahan dan lain-lain. Tidak ketinggalan juga ada palau (ayam goreng), alimbuluto (nasi kuning). Jika tidak ada palau, ada juga yang menggantikan dengan berbagai ikan yang dimasak kering agar tidak mudah busuk. Pokoknya adalah menyajikan makanan tradisional dengan cita rasa yang alami dan menggiurkan. Tentunya makanan yang disajikan ini sangat baik untuk siapa saja terutama untuk anak-anak balita karena dapat memenuhi kebutuhannya sebagai makanan pokok dan juga berbagai snack atau kue-kue.
Sangatlah disayangkan bahwa saat ini sudah mulai terjadi perubahan terhadap makanan yang disajikan pada prosesi maulid dan bahkan penyajian tidak sedikit yang berasal dari orang-orang tertentu. Contoh, kue-kue tradisional diganti dengan snack-snack yang belum tentu lebih baik dari kue-kue tradisional atau dengan bahan-bahan makanan yang tidak alami lagi dan bahkan mengandung zat kimia yang tidak sehat. Dan bahkan ada yang menyediakan anggaran yang hampir jutaan hanya untuk menyediakan snack-snack modern tersebut. Sehingga hal-hal yang berhubungan dengan walima ini perlu dibelajarkan dalam pendidikan baik di SD, SMP dan SMA/SMK bahkan perguruan tinggi dan yang lebih membanggakan lagi apabila sajian walima tersebut adalah hasil karya para siswa atau mahasiswa yang dipagelarkan. Di bawah bimbingan para guru dan dosen, ini merupakan proses regenerasi yang membanggakan apalagi jika pembiayaannya dapat tambahan dari para sponsor pemerintahan, BUMN, swasta atau masyarakat tertentu.
Sudah ada kurikulum pembelajaran tentang walima ini hasil kerja sama antara Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan Provinsi Gorontalo yaitu pada mata pelajaran Ilmu Gizi Berbasis Makanan Khas Daerah Gorontalo yang didasari oleh Perda No 3 Tahun 2015 tentang pembelajaran gizi berbasis makanan tradisional. Oleh karena itu dalam menjamin kelestariannya dan sesuai harapan pemerintahan daerah dan pemerintahan Nasional yang berkeinginan keras melestarikan makanan tradisional pada semua ivent atau kegiatan maka pembelajaran melalui mata pelajaran ini akan meluruskan kesan turun-temurun yang belum dapat menjelaskan makna-makna yang terkandung secara religi dan ilmiah pada perayaan tersebut. Bagi yang tidak setuju akan mengatakan bahwa perayaan tersebut adalah kegiatan yang mubasyir atau bahkan hal yang bid’ah? Dapatlah dikatakan bahwa, tujuan dari penyajian makanan tersebut sebagai ungkapan rasa syukur atas semua nikmat yang telah diberikan, untuk dibagikan kepada pihak-pihak yang membutuhkan seperti kaum fakir dan miskin, juga para pembaca zikir, dll. Selain itu bahwa generasi saat ini dibelajarkan dengan makanan yang sehat dan alami untuk dikonsumsi sehingga dapat mempertahankan status kesehatannya. Namun pada saat pembagian walima hanya mengutamakan kaun pemimpin daerah yang telah melaksanakan kepemimpinannya secara amanah dari sisi agama juga pada para tokoh-tokoh agama dengan harapan dapat dibagikan kembali kepada orang lain yang lebih berhak menerimanya. Kita dapat berfikir bersama-sama jika tidak ada acara walima tersebut maka tidak ada proses pembelajaran makanan yang sehat kepada masyarakat sehingga tetap mempertahankan dan melestarikan budaya dan juga tidak kalah pentingnya memperoleh keberkahan dari Allah SWT. Prosesnya juga untuk menjalinkan silaturahmi dalam masyarakat karena terjalin komunikasi antara warga, antara keluarga, antara peer group, dan lain-lain seperti yang dilaksanakan di Desa Bongo Kecamatan Batudaa Pantai Kabupaten Gorontalo. Mengandung nilai-nilai yang penting dipertahankan yang meningkatkan jiwa-jiwa kebersamaan atau kegotong-royongan dalam masyarakat dan jiwa yang saling menghargai serta memaknai kehidupan. Dapat meningkatkan ekonomi masyarakat jika dikelola sebagai ivent pariwisata dalam upaya pelestarian dan pengembangan budaya seperti yang terjadi di Jepang sekalipun telah menyandang sebagai negara maju tetapi masih mempertahankan tradisi yang dimilikinya. Mari kita hitung bersama secara ekonomi guna meningkatkan pendapatan masyarakat asalkan tetap berpegang teguh pada konsep makanan tradisional yang halal, alami, beragam, bergizi, berimbang, aman dan sehat. Konsep makanan tradisional yakni menggunakan resep-resep yang telah turun temurun dengan bahan lokal seperti beras, singkong, ubi jalar, jagung, pisang, tepung beras, gula aren, ikan, daging ayam, telur, minyak kelapa, janur, dll. Semuanya dari lokal, yang benar-benar memberi dampak ekonomi. Jika menggunakan bahan bukan lokal berarti kita hanya tukang membuat makanan, tukang makan, tukang angkut, tukang penyelenggara sehingga perputaran uang tidak terjadi di daerah malah keluar Gorontalo.
Berdasarkan uraian sebelumnya dan terdapatnya dukungan dari berbagai pimpinan daerah ataupun masyarakat yang ada, maka pembelajaran Walima ini perlu didukung oleh riset-riset dari perguruan tinggi atau pihak yang berwenang lainnya yang dapat mengangkat makna-makna religius dalam bentuk ilmiah agar menjadi mudah dipelajari oleh siapa saja. Oleh karena itu pembelajarannya dibutuhkan dukungan dari para stakeholders terutama regulasi pemerintah setempat bahkan pemerintah nasional, sehingga keinginan pelestarian budaya yang didasari oleh landasan-landasan ilmiah dapat dilaksanakan sebagai ikhtiar ibadah kita semua, Amiin! Semoga tulisan ini dapat bermanfaat, Bersama kita berkarya nyata sebagai ibadah.
Tulisan ini juga telah diorbitkan di media lainnya.